9.11.10

Jakarta Punya Siapa

Jakarta dikepung banjir dan macet. Kata Benyamin S. “Jakarta kebanjiran…..”. Kalau lihat lagi film ‘Si Doel Anak Sekolahan’ Jakarta tak sesumpek dan sekelabu sekarang. Dulu begitu hijau, fresh, damai, tenang, dan nyaman. Yaa…meskipun Jakarta dulu adalah sebuah kampung yang masih banyak kebun dan sawah.

Sekarang image Jakarta tak lagi sebuah perkampungan yang jalannya masih tanah, tapi sekarang sudah menjadi jalanan aspal, bahkan jalan setapak pun di baluri semen. Sebuah kota yang terkesaan mewah dan elegan, karena dihiasi gedung-gedung bertingkat dengan dinding berkaca. Lampu-lampu penerang jalan sekaligus pemboros energi kota ini. Belum lagi mobil-mobil mewah yang lalu lalang kian bertambah jumlahnya tiap tahun.

Sekarang lagi jamannya Jakarta dilanda banjir dan macet. Dua kata itu sudah menjadi image Ibu Kota Indonesia ini. Agak malu saya menyebutkan image banjir dan macet itu milik ibu kota Negara. Lalu…??? Kenapa ya Jakarta bisa jadi kota yang serunyam ini??? APA dan SIAPA yang menyebabkan semuanya menjadi seperti ini??!!

Jakarta itu kota yang sempit. Saya katakan sempit karena jumlah masyarakatnya sangat banyak, namun wilayahnya tak cukup untuk menampung masyarakat yang sebanyak itu. Saking banyaknya, ada yang rela tinggal di bukan tempat tinggal, seperti di pinggiran sungai, pinggir rel kereta, di kolong jembatan, dan lain sebagainya. *mau nyanyi dulu ah sedikit “lebih baik di sini, rumah kita sendiri…, segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa, semuanya ada di sini…..” apa hubungannya dengan kota Jakarta?!

Lagu ini sebenarnya hanyalah sindiran bagi masyarakat-masyarakat yang hijrah ke kota sumpek ini dan mereka tak tahu arah mau apa dan ingin ke mana. Padahal lebih baik mereka tetap tinggal di daerah mereka masing-masing dengan tenang dan bersyukur atas keadaan yang meskipun hanya sekedar cukup untuk hidup *tentunya cara bersyukurnya ada usahanya juga. Yaa daripada keberadaannya hanya membuang-buang ongkos yang ujung-ujungnya hanya membuang-buang sampah tanpa memberikan kontribusi ke kota yang katanya memiliki sensitivitas tinggi ini.

Kalau membicarakan APA atau SIAPA yang menyebabkan kota Jakarta sering kebanjiran dan macet, jawabannya bisa beragam, sesuai subjek yang ditanya. Jika yang ditanya adalah pihak pemerintah, maka mereka akan menyalahkan masyarakat. Jika yang ditanya adalah masyarakat, maka sebagian besar tentunya akan menyalahkan pihak pemerintah.

Menurut saya sih yang salah dua-duanya. Ya, pemerintah sekaligus masyarakatnya. Saya masuk dalam kategori subjek, maka jawaban saya pun subjektif, betul tidak!? Dan perlu diketahui, setiap jawaban sebenarnya hanyalah berupa opini, setuju atau tidak para pembaca, itu semua tergantung pola pikir tanggapan para pembaca sendiri. Di sini saya hanya berperan sebagai seorang rakyat jelata yang telah merasakan nikmatnya kesengsaraan rakyat kecil namun berusaha ingin berempati kepada pihak pemerintah juga. *kesengsaraan dalam arti menerima akibat dari kurangnya kebijaksanaan dari pemerintah.

Saya mengatakan kedua belah pihak yang bersalah karena memang tidak secara mutlak pihak pemerintah atau masyarakat yang melakukan kebodohan-kebodohan. *bukan berari saya pintar sendiri karena mengatakan mereka melakukan kebodohan, karena tentunya saya masuk ke dalam kategori masyarakat. Sudah bagus dengan tata kota yang hijau dengan tempat resapan air yang banyak, tapi pemerintah membiarkan orang-orang yang entah datangnya dari mana membangun bangunan-bangunan besar yang muatannya bisa untuk 50 kepala tapi ternyata hanya dihuni 2-3 kepala. Belum lagi investor-investor asing yang dibiarkan merebut lahan milik tuan rumah, dan selanjutnya lahan tersebut dibangun gedung-gedung yang manfaatnya hanya untuk sekedar hura-hura seperti mall, dan bangunan-bangunan lain yang tidak mempedulikan wilayah resapan air yang mereka rebut.

Belum lagi segala jalanan diaspal dan disemen demi memanjakan orang-orang berduit yang tidak ingin hidup susah dan ingin terlihat mewah. Seharusnya mereka jangan hanya memikirkan keuntungan dengan mengharapkan pajak bangunan yang menjadi imbalannya dan lain sebagainya, tetapi juga memikirkan efek yang akan timbul dari segala keputusan itu. Kalau sudah begini ya percuma saja, keuntungan yang telah didapat ujung-ujungnya dihabiskan untuk perbaikan kota. Lalu apa yang didapat?? Capek, pusing, karena terlalu banyak gunjingan dari masyarakatnya sendiri.

Pemerintahan yang mana, yang patut disalahkan??? Yang dulu hingga sekarang juga sama-sama pernah khilaf :D. Tetapi, berhubung dampaknya baru terasa sekarang-sekarang ini mungkin yang lebih berperan dalam keputusan untuk melakukan langkah bodoh tersebut adalah pemerintahan terdahulu, yang kemudian langkah-langkah tersebut dicontoh dan diikuti pemerintahan selanjutnya.

Kita semua bodoh!!!, tidak berlaku lagi untuk saling menyalahkan. Kini waktunya introspeksi diri.

0 komentar:

Posting Komentar