5.1.11

Childish Vs. Oldish

Dewasa berarti seseorang telah mencapai usia yang tergolong cukup umur, 25 atau 30 tahun ke atas. Ada juga yang berpendapat bahwa seseorang baru dapat dikatakan telah dewasa setelah mereka menikah. Namun jika begitu, untuk orang yang belum menikah hingga 40an tahun atau bahkan 50an belum bisa dikatakan dewasa dong. Bagaimana dengan anak kecil, atau remaja, yang usianya masih tergolong sangat muda, mereka telah dinilai orang lain di sekitarnya ‘sudah dewasa’ lantaran sikap atau perilakunya. Sebenarnya dewasa yang seperti apa yang ingin gw bahas di sini??! *kok malah nanya sendiri ya*

Meskipun gw belum termasuk ke dalam golongan orang dewasa versi pertama, yaitu yang berusia 25 tahun ke atas, tapi gw akan mencoba mencurahkan arti kedewasaan dari versi ketiga, yaitu anak remaja yang (mungkin saja) dinilai orang lain ‘sudah dewasa’ lantaran sikap dan perilaku gw. Yaa meskipun gw juga udah merasa bukan lagi anak remaja, tapi belum juga berumur dewasa, karena dibilang remaja udah ketuaan dan dibilang dewasa juga masih bau jahe *jangan bau kencur ya, bau jahe aja lebih seger ^^.

Mungkin teman-teman akan sangat kagum dan senang jika melihat seorang anak/bocah yang selalu menuruti kemauan dan perintah orang tuanya. Atau ketika menyaksikan seorang anak yang (dalam bahasa betawi) idep membantu orang tuanya meskipun tanpa diminta. Mengikuti segala aturan yang telah disampaikan orang tuanya, larangan, maupun perintahnya, yang dalam hal ini anak tersebut belum dikategorikan orang dewasa. Lalu, dari mana sikap dan perilaku kedewasaan anak2 seperti itu!? Apakah mereka telah dewasa sebelum waktunya??! *dewasa sebelum waktunya maksudnya apa ya?!*

Menurut gw yang sok tau ini sih mungkin saja kedewasaan sikap anak2 yang tak lazim dijumpai ini adalah hasil dari didikan orang tua mereka. Kepandaian orang tua mereka dalam memberikan pengertian dan contoh dalam bersikap dan berperilaku yang baik. Mengajarkan sopan santun, memerintahkan untuk belajar yang rajin, tidak brutal di sekolah, pulang sekolah jangan langsung main, melarang membawa barang mewah ke mana-mana, melarang pergi jauh sendirian, dan banyak lagi.

Penyampaian yang tepat kepada anak mereka akan direspon secara baik. Akibatnya anak itu selalu terkesan baik, tidak nakal seperti anak2 lain pada umumnya. Lalu, ke mana sifat kekanakan mereka yang (mungkin) seharusnya ada dalam diri mereka yang memang masih anak2!? *qo’ kayak ka’ Seto aja ngomongin anak2, anak2 dan remaja aja deh maksudnya ya :D

Frankly, kasihan juga jika anak2 seperti mereka itu tidak merasakan keindahan masa anak2 atau remaja mereka yang identik dengan keceriaan, bebas, lepas, tanpa beban tanggung jawab ataupun masalah, dan sebagainya yang biasanya melintas dipikiran orang2 dewasa.

Jika taste tersebut dilewatkan begitu saja oleh anak2 dan remaja, maka rasa penasaran atas posisinya sebagai anak2 atau remaja akan timbul di masa yang lain, tak lain adalah di masa dewasa mereka. Ya, di masa dewasa versi satu.

Tak sedikit orang yang tergolong berumur dewasa, namun perilaku dan sikap mereka seperti anak2. Hal tersebut bisa diperkirakan akibat masa anak2 ataupun masa remaja mereka yang tersita. *mengapa gw hanya memperkirakan, karena pernyataan ini tidak didukung dengan penelitian sebelumnya, hanya dari insting gw sendiri dan wawancara kecil2an kepada para steckholders.

Beberapa narasumber, yang tak lain adalah teman2 gw sendiri, menyebutkan bahwa Odah (nama samaran) selalu mencari kesenangan karena masa kecilnya yang suram. Ketika kecil ia nggak dibolehkan main sana-sini oleh orang tuanya, sering sekali dimarahi, dihukum layaknya orang dewasa jika nakal sedikit, komunikasi orang tuanya sangat kaku, dsb. Dan hal tersebut membuatnya menjadi orang yang berjiwa pemberontak, senang akan pemborosan, glamour, temperamental, mudah berbohong kepada orang tua, dsb. ….! Dan, ternyata benar kata….*siapa ya gw lupa*, bahwa orang tua tidak perlu menyalahkan kenakalan anak, karena apa yang mereka temukan di masa itu adalah hasil didikan di masa lalu….! Tapi kita jadi anak juga harus tau diri juga lahh.., ya gak tong?? ;)

Lain hal juga dirasakan oleh Ucok (nama samaran juga), seorang teman gw yang udah lama ngerintis usaha di beberapa bidang pada usianya yang terbilang masih muda, *ya kayak gw ini masih muda :D*. kalau dilihat casing-nya, memang ia terlihat bahagia tenteram sentosa sejahtera, tapi kalau dilihat dalemnya, maksudnya isi hati atau perasaan yang manusia biasa gak akan bisa melihatnya, nggak setenteram yang dilihat. Karena gw manusia biasa, jadi gw tau-nya dari penuturan beliau sendiri :D.

Beliau yang telah sukses itu suatu kali mengeluhkan suka dukanya menjadi pebisnis yang sukses, apalagi ia mencapai kesuksesan di masa muda yang menjadi impian setiap pemuda. Tanpa sadar, di balik kesuksesannya ia merasa ada yang hilang, ada yang terlewat, ada yang tidak lengkap dalam hidupnya. *apakah seorang pendamping hidup??* oh no! karena pada saat itu dia juga masih kuliah dan belum kepikiran mau nikah.

Lalu apa…?!, ternyata, dia itu menyesal karena telah melewati masa remajanya begitu saja. Ia mulai merintis usaha ketika masih remaja (ABG lebih tepatnya). Lagi masa seneng2nya tuh padahal, belajar sambil main, main sambil belajar, jalan2, ngumpul sama teman2, gitu dehh.., tapi bagus juga sih sebenernya masih remaja udah ada pikiran mau usaha, dan langsung dijalankan pula. Tapi, mungkin apa yang dia lakukan itu terlalu over untuk seorang remaja, hingga dia lupa kalau saat itu harusnya dia mencari jati diri dulu dengan berekplorasi di segala hal, termasuk senang2, he :D

Jadi begitulah kalau kita manusia tidak pintar menempatkan posisi sesuai masanya. Tapi, kalau memang udah takdir atau jalan hidupnya kayak gitu susah juga sihh…, haha, apasi!

Hmmm…, ada satu lagi nih cerita, tentang seseorang yang masih tergolong remaja, tapi dia udah menjalankan kehidupan layaknya orang dewasa. Bukan sebuah pengakuan langsung darinya, tapi efeknya gw lihat sendiri dari sikapnya.

Jadi si itu, *si itu?* iya, dia lah pokoknya.., udah menjalani hidup sebagai seorang istri, mengurus suami, melayani suami *upps*, mengatur rumah tangga, dan lain2,, bahkan sebagai ibu…, ngurus anak, mendidik anak, ngempu, rempong dah pokoknya!

Biasanya nihh…, yang lain, yang belum mengalami, mau buru2 mengalami masa ini, hayoo ngaku!! Ya kan, ya kan!!? *hah, apah? Gw? Gak usah ditanya! Lho!! Gak deng*

Sepertinya, dia masih belum nerima keadaan bahwa dia sudah menjadi seorang istri sekaligus ibu, harus bersikap selayaknya seorang yang (terpaksa) dewasa. Terlihat dari perilakunya yang masih ke-ABG-an,, masih mau main alias ngumpul bareng teman2, pundung (sunda) alias ngambek (betawi) jika ditinggal jalan2 sama teman2 sepermainannya,, dengan kata lain…, dia tuh masih kepingin main2, seneng2, habiskan waktu habiskan uang (untuk hal2 + pastinya).

Ckck…, dia telah melewatkan sisa masa remajanya dengan melompat lebih jauh. Hmmm, mungkin harusnya dia (dan kita juga) melewati masa peralihan dulu kali yaa…, yaitu peralihan masa remaja ke masa dewasa *yg kayak gimana tuhh, baru denger!?*. Lagi-lagi pake kata ‘mungkin’, ya maklum karena memang gw bukan ahlinya, bukan psikolog, cuma pake insting atau naluri seorang manusia biasa ;).

Yaudah dehh gitu aja teman2 & followers, semoga pelajaran dari pengalaman beberapa teman gw ini bermanfaat untuk kalian. Pesan terakhir dari gw *ciahh.., kayak lagi sakaratul maut* maksudnya pesan gw dari postingan ini…, hendaklah memanfaatkan usia dengan sebaik-baiknya,, sesuai masanya, dan sesuai fungsinya,….perjalanan masih panjang, atur langkah, dan semoga sukses J.