Indonesia dipandang
sebagai negara agraris karena memang sejak dulu memiliki kekayaan sumberdaya
alam serta tingginya keanekaragaman jenis makhluk hidup. Lahan pertanian yang
membentang, hutan di berbagai pulau dan daerah, serta perairan yang luas, yang
menunjukkan bahwa negara ini memiliki potensi alam yang sangat baik. Selain
itu, letak geografis dan iklim Indonesia mendukung tingkat kesuburan dan
kesesuaian kondisi/lingkungan yang menyebabkan tingginya keanekaragaman hayati
jenis-jenis makhluk hidup yang ada di dalamnya.
Banyak hal yang dapat
menunjukkan bahwa Indonesia masih mampu dikembangkan potensi alamnya, di
antaranya yaitu luasnya wilayah perkebunan. Komoditi perkebunan memiliki peran penting
dalam perekonomian negara. Hal ini dirasakan karena semakin menurunnya
sumbangan minyak dan gas (migas) terhadap devisa negara. Perkebunan kelapa
sawit tersedia di berbagai daerah Indonesia seperti Papua, Sumatera, dan
Kalimantan. Berdasarkan data dari kajian akademis yang dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Kementerian Pertanian pada tahun
2006, total luas daratan Indonesia adalah sebesar 192 juta ha, dan yang
berpotensi untuk areal pertanian seluas 101 juta ha. Dari data PT Sinar Mas,
pada tahun 2011, Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai penghasil kelapa
sawit terbesar di dunia. Produksi crude
palm oil (CPO) Indonesia adalah
25,2 juta ton, sedangkan Malaysia, yang menduduki peringkat kedua hanya
menghasilkan 18,8 juta ton. Menurut Dorab Mistry dari Godrej International Ltd.
produksi CPO Indonesia pada 2012 diperkirakan meningkat 1-1,4 juta.
Selain itu, siaran
pers dari RSPO memaparkan bahwa produksi minyak kelapa sawit Indonesia yang
berlabel RPSO (Roundtable on Sustainable
Palm Oil Trademark) atau produksi minyak kelapa sawit berkelanjutan atau
ramah lingkungan menempati urutan ke dua dengan total produksi 35 persen dari
pasokan global saat ini, meskipun urutan pertama dipegang Malaysia dengan total
produksi 54 persen. Tingginya tingkat produksi kelapa sawit Indonesia
berpotensi untuk meningkatkan nilai ekspor ke negara-negara importir, karena
kebutuhan akan bahan baku kelapa sawit sangat tinggi, seperti minyak, sabun,
kosmetik, dsb. Pasar terbesar kelapa sawit Indonesia adalah negara kincir
angin, Belanda.
Selain kelapa
sawit, komoditi karet juga berpotensi hasil yang mampu memproduksi
produk-produk penting. Kebutuhan konsumen akan produk berbahan baku karet
mendorong produsen untuk memenuhi permintaan pasar lokal maupun internasional. Karet
merupakan komoditi ekspor andalan kedua setelah kelapa sawit (CPO), dan
Indonesia merupakan negara pengekspor karet terbesar kedua setelah Thailand. Dengan
posisi seperti ini Indonesia memiliki prospek ke depan yang sangat cerah dalam
mendominasi pasar dunia, karena memang negara ini memiliki luas lahan karet terbesar
di dunia, yaitu seluas 3,4 juta ha (Direktorat Jendral Perkebunan 2011). Indonesia
masih memiliki kesempatan untuk terus meningkatkan produksi dan jumlah ekspor
karet karena pangsa pasar yang sangat baik.
Komoditi perkebunan
lainnya, yang mampu berkontribusi kepada perekonomian negara selain kelapa
sawit dan karet yaitu kopi. Diyakini bahwa kopi di Indonesia merupakan kopi
ternikmat dan paling khas, bahkan produksinya menjadi terbesar ke empat di
dunia. Indonesia dikaruniai letak geografis yang sangat baik dan cocok bagi
pertumbuhan tanaman kopi, sehingga produksi kopi mampu ditingkatkan terus
seiring dengan permintaan pasar lokal bahkan dunia. Berdasarkan catatan
Kementerian Perdagangan, ekspor kopi Indonesia ke AS terus menunjukkan
peningkatan. Total ekspor kopi pada tahun 2011 mencapai 326 juta dollar AS, hal
ini menunjukkan kenaikan sekitar 38 persen dari tahun sebelumnya. Sementara
itu, pada Januari 2012, ekspor kopi nasional telah mencapai 33,3 juta dollar
AS, atau meningkat 68 persen dibanding periode yang sama pada 2011 yaitu 19,8
juta Dollar.
Selain komoditi
perkebunan yang memiliki potensi menyumbang kepada devisa negara, terdapat
suatu sistem pertanian hidroponik yang dapat memproduksi kebutuhan pangan
secara intensif. Sistem hidroponik mampu menghasilkan tanaman sayuran dan buah
dalam jumlah yang cukup besar, karena dapat dilakukan di manapun, greenhouse, ruang tertutup, bahkan
gedung bertingkat sekalipun. Dengan sistem hidroponik seperti ini, pertumbuhan
tanaman tidak tergantung pada cuaca serta tidak membutuhkan pengolahan media
tanam yang berat, sehingga produksinya dapat dilakukan sepanjang tahun, serta
sebagai jawaban masalah keterbatasan lahan budidaya yang semakin berkurang.
Selain itu, tanaman hasil hidroponik lebih sehat dibandingkan dengan sistem
pertanian konvensional pada umumnya sehingga memiliki nilai jual yang lebih
tinggi.
Sistem ini sudah banyak
dikenal negara-negara maju. Bahkan, permintaan pasar yang tinggi seperti
Malaysia dan Singapura memberikan peluang kepada Indonesia untuk terus
mengembangkan sistem-sistem budidaya tanaman seperti hidroponik ini.
Selain
komoditi-komoditi yang telah disebutkan, masih terdapat banyak komoditi
pertanian yang memiliki potensi produksi secara meluas untuk memenuhi kebutuhan
bahan baku industri. Mulai dari tanaman yang telah dibudidayakan secara intensif
hingga tanaman-tanaman yang belum mendapatkan perhatian karena belum diketahui
manfaatnya, untuk dilakukan pengembangan produksinya dalam program pencanangan
bahan baku alternatif karena adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan
permintaan pasar.
Dengan
mengembangakan potensi produksi komoditi-komoditi pertanian, secara perlahan
dan berangsur kita dapat menyumbang devisa negara dengan memanfaatkan produk dalam
negri dan mengurangi kegiatan impor, serta terus meningkatkan jumlah ekspor. Kemajuan
teknologi dan sumberdaya manusia yang tidak sedikit membuka peluang bagi
Indonesia untuk terus optimis dalam membantu memulihkan perekonomia negara,
tentunya dengan dukungan dan respon yang bijak dari pihak pemerintah sendiri
serta menuju Indonesia yang mandiri.
0 komentar:
Posting Komentar