24.5.11

Belajar dari Anak Kecil


Anak kecil itu dikenal sebagai manusia yg penuh keluguan, kepolosan, belum mengenal dengan baik sesuatu yg baik dan yg buruk, menganggap semua yg tampak di hadapannya adalah sama dan patut dilakukan atau dicoba, tak peduli itu berakibat baik atau buruk bagi dirinya maupun orang lain. Untuk itu, anak kecil merupakan amanah dari Tuhan.

Mereka masih butuh bimbingan agar lebih mengerti, butuh arahan agar lebih memahami perbedaan baik dan buruk segala sesuatu. Maka tak jadi masalah jika anak kecil melakukan segala hal yg sebagian kita anggap suatu kesalahan, karena memang ia belum pernah tau bahwa itu adalah suatu kesalahan. Memainkan pisau, alat elektronik, bermain di ketinggian, bermain di pinggir kolam , dll.

Semua itu kita (orang yg lebih dewasa) anggap sebagai suatu kesalahan karena ada rasa khawatir, khawatir atas keselamatan anak itu sendiri. Dan mereka…, belum pernah tau baik buruk segala hal yg akan mereka lakukan itu, termasuk juga rasa khawatir kita terhadapnya.

Itu semua…karena mereka belum merasakannya, merasa khawatir, takut, dll., tetapi yg ada hanyalah rasa penasaran. Ada sebuah kutipan dari seorang da’i terkenal yg menyebutkan bahwa “Allah mengangkat rasa putus asa pada diri anak kecil”, dan itu menunjukkan bahwa anak kecil tak akan pernah berhenti untuk mencoba melakukan hal-hal yg mereka belum dapatkan arti baik dan buruknya, di mana baiknya, dan di mana buruknya.

Namun, di saat2 jahil seperti itu, banyak hal positif yg bisa kita tiru dari seorang anak kecil. Karena keluguan dan kepolosan mereka, mereka sendiri tak pernah mengerti apa yg diperbuatnya. Mungkin mereka tidak tau bahwa berbohong itu secara perlahan bisa menghilangkan rasa kepercayaan orang lain, mereka tidak tau bahwa jujur, yg lebih sering mereka lakukan, itu dapat menyenangkan hati lawan bicaranya dan menjauhkan lawan bicaranya dr prasangka buruk. Mereka juga tidak mengerti, rasa dendam atau membalas perbuatan orang lain itu dapat meningkatkan permusuhan. Bahkan memaafkan orang lain pun mereka belum mengerti maknanya, padahal itu adalah hal yg paling sering mereka lakukan. Itu semua karena memang mereka hanya bisa melakukan dan merasakan, tanpa panjang lebar memikirkan akibat atau manfaatnya layaknya orang dewasa.

Dan hanya kita, orang2 yg lebih dewasa, yg lebih bisa memahami arti segala perbuatan, baik dan buruk yg akan diakibatkan darinya. Tetapi anehnya, justru kita melakukan hal yg telah kita ketahui buruknya, dan meninggalkan sesuatu yg telah kita tau manfaatnya.

Pertama adalah JUJUR. Jika ditanya suatu kejadian, perasaan, ataupun suatu pendapat, anak kecil akan mengungkapkannya sesuai kebenaran yang mereka lihat dan mereka rasakan. Mereka berbuat atau mengerjakan sesuatu sesuai perintah yg diberikan orang tua, keluarga, maupun gurunya, selama kita memberikan arahan dengan baik dan tepat, serta dengan cara yg menyenangkan. Kita? Lebih sering mengungkapkan sesuatu sesuai akibat yg akan ditimbulkannya. Jika ditanyakan tentang suatu perkara, perasaan sedih dan senang, ataupun pendapat kepada orang lain kita lebih cenderung memikirkan akibat dari jawaban yg akan kita berikan. Ada perasaan khawatir dapat menyinggung perasaan orang lain, takut salah bicara dan dapat merugikan orang lain atau keluarganya, dsb., akibatnya…, kita menyatakan sesuatu dengan kebohongan, hanya karena kata ‘demi’, demi menjaga perasaan orang, demi menyelamatkan orang terdekat, demi keuntungan sendiri (mungkin), dll.

Kedua adalah MELUPAKAN KESALAHAN ORANG LAIN. Jika kita melihat dua anak kecil yg sedang marahan atau tidak akur, maka hal itu tidak akan berlangsung dalam waktu yg lama, mungkin pada hari itu juga mereka sudah bermain bersama lagi dan terlihat akur kembali seolah tak pernah ada masalah. Mereka tak peduli dengan keadaan sebelumnya dan enggan membahas atau mengingat-ingat kembali masalah mereka sebelumnya. Sedangkan kita? Jika sedang tidak akur atau bermasalah dengan seorang teman, sahabat, ataupun anggota keluarga, mungkin memerlukan waktu hingga berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, padahal kita sendiri telah mengetahui sebelumnya bahwa seorang Muslim tidak diperkenankan bermusuhan dengan saudaranya lebih dari tiga hari’. Mungkin karena kita cenderung terus memikirkan kerugian yg telah kita terima dari kesalahan yg diperbuat orang lain, cenderung selalu mengingat-ingat kembali kesalahan orang lain yg tidak berkenan di hati kita, serta terus merasakan rasa sakit hati tanpa berusaha mengenyahkan dan melupakannya.

Ketiga yaitu PANTANG MENYERAH. Anak kecil yg selalu ingin tau segala hal, selalu penasaran dengan sesuatu yg mereka anggap baru, mereka tidak akan berhenti hingga telah menemukan manfaatnya, atau bahkan hingga menemukan keburukan yg akan mereka dapatkan. Namun juga terkadang mereka tak akan pernah puas melakukannya hingga bosan dan menemukan hal baru lainnya meskipun telah mengetahui manfaat dan keburukan untuk dirinya. Dan kita? Belum mencoba saja sudah memikirkan keburukannya, mengira-ngira kerugian yg akan diterima, merasa tak ada keuntungan yg berarti, dan sebagainya yg membuat hati gentar untuk melakukan suatu hal. Sekali menemukan hal buruk, jatuh di satu lubang, mengalami sedikit kerugian, mungkin kita akn berhenti dan tak mau melanjutkan hal itu.

Mengapa kita tidak belajar dari anak kecil, yg tak gentar menghadapi kesulitan saat menjalankan sesuatu, yg tak pernah menyimpan lama2 perasaan sakit hati ataupun kecewa, dan yg senang mengungkapkan sesuatu apa adanya tanpa mengada-ada demi kata ‘demi’.

Hidup itu untuk dijalankan, untuk mencoba, dan semuanya itu proses belajar, bukan dituntut untuk menyempurnakan keadaan, tetapi menyempurnakan usaha kita. Jika kita terus berusaha untuk menyempurnakan usaha, maka keadaan pun akan terasa sempurna sejalan dgn hasil dr usaha itu sendiri. *kata2nya muter2 deh perasaan, maaf yah…,  jgn bosan2 baca tulisan2 saya yg nganar, oke! Hee… :D

0 komentar:

Posting Komentar